Sabtu, 22 Juni 2013

Makalah 'Ilmu Negara'

Leave a Comment


A.    PENDAHULUAN
Berdasarkan perkembangan sejarah mengenai peristilahan ‘negara’ atau ‘state’ dalam literatur dapat kita catat beberapa istilah yang sering dijadikan padanan kata. Masing-masing padanan kata ‘negara ini memiliki karakternya sendiri-sendiri. Istilah atau terms yang menjadi penunjuk bagi negara itu antara lain:
1.      Polis (City State)
2.      Country (Country-State)
3.      Civitas / Civiteit
4.      Rijk atau reich
5.      La stato; staat; state (Nation-State)
6.      Kerajaan (Monarchy)
7.      Kesultanan (Soulthan)
8.      Nagara / negara / negeri
9.      Desha, desa, desh (seperti Bangladesh)
10.  Land (seperti England)[1]
Ilmu negara memuat pengertian dan sendi-sendi pokok daripada negara dan hukum tata negara. Jadi ilmu negara merupakan hasil abstraksi dari negara-negara. Istilah yang dipakai adalah ‘Allgemeine Staatslehre’ seperti pada Georg Jellinek dan Kranenburg. Ilmu negara ini termasuk dalam lapangan Geisteswissenchaften.
Ilmu negara khusus memiliki esensi pada Pancasila. Negara Republik Indonesia adalah Negara Pancasila. Pancasila menjadi rujukan utama dan dasar filosofis dalam ‘teori bernegara’ bangsa Indonesia.
B.     NEGARA
Negara sebagai suatu susunan kekuatan merupakan bangunan yang hidup.[2] Agar setiap orang dapat menikmati haknya dengan damai, dan milik pribadi dapat terjamin keberadaannya, masyarakat bersepakat untuk bersama-sama membentuk msyarakat politis political society) melalui suatu perjanjian asal (original compact).[3]
Pada abad ke-15 telah mulai dipergunakan istilah Lo Stato yang berasal dari bahasa Italia yang kemudian telah menjelma menjadi perkataan L ‘Etat’ dalam bahasa Perancis, The State dalam bahasa Inggris atau Der Staat dalam bahasa Jerman dan De Staat dalam bahasa Belanda.
Kata Lo Stato yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Negara, pada waktu itu diartikan sebagai suatu sistem tugas-tugas atau fungsi-fungsi publik dan alat-alat perlengkapan yang teratur di dalam wilayah (daerah) tertentu.
Seperti halnya dengan hukum yang banyak perumusannya, demikan pula terdapat banyak istilah tentang Lo Stato menurut para negarawan yang diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      R. M. Mac Iver : The state must either be an institutional sistem or an association! When we speak of the state we mean the organization of which government is the administrative organ.[4] (Negara harus menjadi sebuah institusional sistem atau sebuah asosiasi! Saat kita berbicara tentang Negara yang kita maksud adalah organisasi pemerintah yang merupakan bagian dari administaritif.)
2.      Herman Finer : The state is a territorial association in which social and individual forces of every kind struggle in all their great variety to control its government vested with supreme legitimate power.[5]
3.      Prof. Dr. J. H. A. Logemann : De staat is een gezags-organizatie (negara ialah suatu organisasi kekuasaan/kewibawaan).[6]
4.      Prof. R. Djokosutono, S. H. : Negara ialah suatu organisasi manusia atau kupuloan manusia-manusia yang berada di bawah suatu pemerintah yang sama.
5.      G. Pringgodigdo, S. H. : Negara ialah suatu organisasi kekuasaaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur tertentu, yaitu harus ada: Pemerintah yang berdaulat, wilayah tertentu dan rakyat yang hidup dengan teratur sehingga merupakan suatu nation (bangsa).
Adapun istilah Lo Stato, pada mulanya digunakan untuk menyebutkan pihak yang diperintah (dependent). Namun kemudian pada zaman raja-raja memerintah secara absolut (mutlak), maka dengan state diartikan memerintah seperti yang dilakukan oleh Raja Louis XIV dari Perancis, yang dikenal dengan ucapannya L’ Etat Cest Moi (negara adalah saya).
Akhirnya dengan timbulnya demokrasi, maka pengertian state sebagai The Community that is governed dapat menyampingkan pengertian dari zaman raja-raja yang memerintah secara mutlak.
Pada waktu sekarang tak dapat lagi disamakan antara State dengan Government. Hal ini telah dinyatakan oleh The Supreme Court of the United States (Mahkamah Agung Amerika Serikat) pada tahun 1870, yaitu dalam memberikan keputusannya mengenai peristiwa tubrukan kapal Perancis Euryale dengan kapal Ameriika Serikat Saphire.
Dalam keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat itu, dinyatakan bahwa kapal Eurytale tetap menjadi milik negara Perancis, sekalipun Pemerintahnya telah diganti, yaitu dari Pemerintah Kaisar Napoleon III kepada Pemerintah Republik Perancis. Di sini dengan state telah diartikan the national sovereignty, sedangkan dengan government diartikan the agentof representative of national sovereignty.
Masalah yang dapat dikemukakan dalam melihat negara sebagai suatu kebulatan yang utuh (ganzheit) ialah : apakah sifat hakikatnya, apakah tujuannya, bagaimnakah terjadinya, dan sesuai dengan kenyataan bahwa di dunia ini telah ada sejarah perkembangan teori bernegara. Di mana ada penggolongan sejarah menurut tipe negaranya, maka perlu diketahui tipe apakah suatu negara itu.
Secara historis, apa sebenarnya negara itu dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.      Pada zaman Yunani, negara itu adalah polis, yang kalau ditinjau dari kacamata sekarang artinya suatu negara (sebesar) kota (city-state) dengan segala sifat-sifat, seperti misalnya demokrasi langsung dan lain-lain. Dari sinilah timbul kemudian pengertian politik.
2.      Di abad pertengahan dilihat bahwa negara itu adalah suatu ‘organisasi masyarakat’ yang bernama Civitas terena (keduniawian) di samping Civitas Dei (keagamaan) dan Civitas Academica (ilmiah).
3.      Dipermulaan abad modern ini kita jumpai pandangan bahwa negara itu adalah ‘milik’ suatu dinasti/emperium, di mana sebagai eksesnya yang paling menonjol nampak pada ungkapan : ‘L’etat c’est moi’.
4.      Negara itu sifat hakikatnya adalah suatu ikatan tertentu atau status tertentu (staat-state). Yaitu status bernegara sebagai lawan daripada status belum bernegara. (status naturalis lawan status civilis atau status berhukum rimba dan status di mana hak-hak civil atau hak asasi warga negara terjamin)
C.    TERJADINYA NEGARA
Dalam teori ini dikandung pengertian bahwa urutan penahapan yang berkembang dari ha yang sangat sederhana dari terjadinya negara sampai kepada lahirnya negara yang modern. Memang untuk memahami terjadinya negara banyak dasar-dasar ataupun teori-teori yang dikemukakan para ahli negara dan hukum. Mengenai teori terjadinya negara, ada dua sisi pembahasan.
1.      Teori Terjadinya Negara Secara Primer
Yang dimaksud dengan terjadinya negara secara primer adalah teori yang membahas tentang terjadinya negara yang tidqak dihubungkan dengan negara yang telah ada sebelumnya.

Menurut teori ini perkembangan negara secara primer melalui 4 fase:
a.       Fase Genootshap (Genossenchaft)
Pada fase ini merupkan perkelompokkan dari orang-orang yang menggabungkan dirinya untuk kepentingan bersama, dan disandarkan pada persamaan. Mereka menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan kepemimpinan di sini dipilih secara Primus Inter Pares atau yang terkemuka di antara yang sama. Jadi yang penting pada masa ini adalah unsur bangsa.
b.      Fase Reich (Rijk)
Pada fase ini kelompok orang-orang yang mengabungkan diri tadi telah sadar akan Hak Milik Atas Tanah hingga muncullah Tuan yang berkuasa atas tanah dan orang-orang yang menyewa tanah. Sehingga timbul Sistem Feodalisme. Jadi yang penting pada masa ini adalah unsur wilayah.
c.       Fase Staat
Pada fase ini masyarakat telah sadar dari tidak bernegara menjadi bernegara dan mereka telah sadar bahwa mereka berada pada satu kelompok. Jadi yang penting pada masa ini adalah ketiga unsur daripada negara yaitu bangsa, wilayah, dan pemerintah yang berdaulat telah terpenuhi.
d.      Fase Democratische Natie
Fase ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari pada fase staat, di mana democratische natie ini terbentuk atas dasar kesadaran demokrasi nasional, kesadaran akan adanya kedaulatan di tangan rakyat.
Selain daripada itu, setelah fase-fase yang telah dijabarkan sebelumnya, terdapat fase diktator yang menimbulkan dua pendapat :
a.       Menurut Sarjana Jerman
Mereka berpendapat bahwa bentuk diktator ini merupakan perkembangan lebih lanjut daripada Democatische Natie.
b.      Menurut Sarjana Lainnya
Mereka berpendapat bahwa diktator ini bukanlah merupakan perkembangan lebih lanjut daripada Democratische Natie, tetapi merupakan variasi atau penyelewenangan daripada Democratische Natie.
2.      Teori Terjadinya Negara Secara Sekunder
Yang dimaksud dengan terjadinya negara secara sekunder adalah teori yang membahas tentang terjadinya negara yang dihubungkan dengan negara-negara yang telah ada sebelumnya. Jadi yang penting dalam pembahasan terjadinya negara sekunder ini adalah masalah pengakuan atau erkening.
Mengenai masalah pengakuan atau erkening ini ada tiga macam sebagai berikut :
a.       Pengakuan De Facto (Sementara)
Yang dimaksudkan dengan pengakuan de facto adalah pengakuan yang bersifat sementara terhadap munculnya atau terbentuknya suatu negara baru, karena kenyataannya negara baru itu memang ada namun apakah prosedurnya melalui hukum, hal ini masih dalam penelitian hingga akibatnya pengakuan yang diberikan adalah bersifat sementara. Pengakuan de facto ini dapat meningkat kepada pengakuan de jure apabila prosedur munculnya negara baru itu melalui prosedur hukum yang sebenarnya.
b.      Pengakuan De Jure (Pengakuan Yuridis)
Yang dimaksudkan dengan pengakuan de jure adalah pengakuan yang seluas-luasnya dan bersifat tetap terhadap munculnya atau timbulnya atau terbentuknya suatu negara, dikarenakan terbentuknya negara baru berdasarkan yuridisatau berdasar hukum.
c.       Pengakuan Atas Pemerintahan De Facto
Pengakuan atas pemerintahan de facto ini diciptakan oleh seorang sarjana Belanda yang bernama Van Haller pada saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan pengakuan atas pemerintahan de facto adalah suatu pengakuan hanya terhadap pemerintahan daripada suatu negara. Jadi yang diakui hanya terhadap pemerintahan, sedangkan terhadap wilayahnya tidak diakui, apalah artinya. Unsur-unsur adanya negara adalah harus ada pemerintahan, wilayah dan rakyat. Jadi jika hanya pemerintahan saja yang ada maka itu bukanlah merupakan negara, karena tidak cukup unsur-unsurnya.

Menurut Jellinek, terjadinya negara itu ada dua macam :[7]
1.      de primaire wording
2.      de secundare wording
D.    TUJUAN NEGARA
Tidak ada suatu negara yang tidak mempunyai tujuan. Beraneka ragam tujuan negara itu. Tiap penguasa dapat saja mengemukakannya. Paham sarjana-sarjana ada yang mengemukakan tujuan negara itu dihubungkan dengan tujuan akhir dari manusia dan ada pula yang menghubungkannya dengan kekuasaan.
Tujuan negara ialah negara itu sendiri. Kata Hegel, negara itu adalah person yang mempunyai kemampuan sendiri dalam mengejar pelaksanaan ide umum. Ia memelihara dan menyempurnakan diri sendiri. Maka kewajiban tertinggi manusia adalah menjadi warga negara sesuai dengan undang-undang. Kaum diktator menganut paham, negara itu sendiri sebagai tujuan. Warganya mesti mengorbankan apa saja yang diperintahkan pemegang kuasa. Jadi penjelmaannya ialah negara kekuasaan. Perlu kiranya ditambahkan, bahwa Hegel menciptakan juga teori dialektika : melalui tese, antitese, dan sintese lahir dan timbullah kemajuan.
Adapun pendapat beberapa ahli tentang tujuan negara, yaitu :
1.      Agustinus menyatakan tujuan negara dihubungkan dengan cita-cita manusia hidup di alam kekal yaitu sesuai yang diinginkan Tuhan.
2.      Shang Yang menghubungkan tujuan negara dengan mencari kekuasaan semata, sehingga negara ini identik dengan penguasa.
3.      Menurut John Locke dengan pembentukan poltical or civil society, manusia itu tidak melepaskan hak asasinya.
E.     TEORI TIPE NEGARA
Teori tipe negara bermaksud membahas tentang penggolongan negara dengan didasarkan kepada cirri-ciri yang khas, yakni :
1.      Tipe-Tipe Negara Menurut Sejarah
a.       Tipe Negara Timur Purba
Negara-negara Timur Purba tipenya Tyrani, raja-raja berkuasa mutlak. Negara ini dapat dikenali melalu cirri-cirinya:
1)      Bersifat theocraties (keagamaan). Raja dianggap dewa oleh warganya.
2)      Pemerintahan bersifat absolute (mutlak).
b.      Tipe Negara Yunani Kuno
Negara Yunani Kuno mempunyai tipe sebagai negara kota atau polis (city state). Besarnya negara koa hanyalah satu kota saja yang dilingkari benteng pertahanan. Penduduknya sedikit dan pemerintahan demokrasi langsung. Dalam pelaksanaan demokrasi langsung rakyat diberikan pelajaran ilmu pengetahuan atau dikenal instilah encyclopaedie. Pemerintahan berjalan dengan mengumpulkan rakyat di satu tempat yang disebut acclesia. Dalam rapat dikemukakan kebijaksanaan pemerintah untuk dipecahkan bersama, rakyat ikut serta  memecahkan masalah. Pemerintahan selalu dipegang oleh ahli-ahli filsafat.
c.       Tipe Negara Romawi
Tipe dari negara Romawi adalah imperium. Yunani sendiri menjadi daerah jajahan dari Romawi. Pemerintahan di Romawi dipegang oleh Caesar yang menerima seluruh kekuasaan dari rakyat atau apa yang dinamakan Caesarismus. Pemerintahan Caesar adalah secara mutlak. Suatu undang-undang di Romawi apa yang dinamakan Lex Regia.
d.      Tipe Negara Abad Pertengahan
Ciri khas tipe negara abad pertengahan adalah adanya dualism (pertentangan).
1)      Dualisme antara penguasa dengan rakyat.
2)      Dualisme antara pemilik dan penyewa tanah sehingga munculnya feodalisme.
3)      Dualisme antara negarawan dan gerejawan (sekularisme).
Akibat adanya dualisme ini, timbul keinginan rakyat untuk saling membatasi hak dan kewajiban antara raja dan rakyat. Ini dikemukakan oleh aliran monarchomachen (golongan anti raja yang mutlak). Perjanjian mereka disepakati dan diletakkan dalam leges fundamentalis yang berlaku sebagai undang-undang.
e.       Tipe Negara Modern
1)      Berlaku asas demokrasi.
2)      Dianutnya paham negara hukum.
3)      Susunan negaranya kesatuan. Di dalam negara hanya ada satu pemerintahan yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai wewenang tertinggi.
2.      Tipe Negara yang Ditinjau dari Sisi Hukum
Tipe negara yang ditinjau dari sisi hukum adalah penggolongan negara-negara dengan melihat hubungan antara penguasa dan rakyat. Terdapat dua tipe, yaitu :
a.       Tipe Negara Policie (Polizei Staat)
Pada tipe ini negara bertugas menjaga tata tertib saja atau dengan kata lain negara jaga malam. Pemerintahan bersifat monarkhi absolute. Penegertian policie adalah welvaartzorg, yang mencakup dua arti, yaitu :
1)      Penyelenggaraan negara positif (bestuur).
2)      Penyelenggara negara negative (menolak bahaya yang mengancam negara/keamanan).
b.      Tipe Negara Hukum (Rechts Staat)
Di sini tindakan penguasa dan rakyat harus berdasarkan hukum. Ada tiga bentuk tipe negara hukum.
1)      Tipe Negara Hukum Liberal
Tipe negara hukum liberal ini menghendaki agar supaya negara berstatus pasif artinya bahwa warga negara harus tunduk pada peraturan-peraturan negara. Penguasa dalam bertindak sesuai dengan hukum. Di sini kaum liberal menghendaki agar antara penguasa dan yang dikuasai ada suatu persetujuan dalam bentuk hukum, serta persetujuan yang menguasai penguasa.
2)      Tipe Negara Hukum Formil
Negara hukum formil yaitu negara hukum yang mendapat pengesahan dari rakyat, segala tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan undang-undang. Negara hukum formil ini disebut pula dengan negara demokratis yang berlandaskan negara hukum. Dalam hal ini menurut Stahl seorang sarjana Denmark maka negara hukum formil itu harus memenuhi empat unsur :
a)      Bahwa harus adanya jaminan terhadap hak-hak asasi.
b)      Adanya pemisahan kekuasaan.
c)      Pemerintahan didasarkan pada undang-undang.
d)     Harus ada peradilan administrasi.
3)      Tipe Negara Hukum Materiil
Negara hukum materiil sebenranya merupakan perkembangan lebih lanjut daripada negara hukum formil. Jadi apabila pada negara hukum formil tindakan dari penguasa harus berdasarkan undang-undang atau harus berlaku asas legalitas, maka dalam negara hukum materiil tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan warga negaranya dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang atau berlaku asas opportunitas.
Menurut Jellinek, ada dua macam cara mengenai terbentuknya kemauan negara :[8]
1.      Kemauan negara itu terbentuk atau tersusun di dalam jiwa seseorang yang mempunyai wujud atau bentuk fisik.
2.      Kemauan negara itu terbentuk atau tersusun di dalam suatu dewan.
F.     HAKIKAT NEGARA
Secara sosiologis, hakikat negara adalah :
1.      Ikatan suatu bangsa, suatu komunitas sosiologis.
2.      Organisasi kewibawaan, memiliki wibawa untuk memutuskan hal-hal yang penting bagi kehidupan bersama.
3.      Organisasi sebagai jabatan (ambten organisatie), negara terbagi dalam jabatan-jabatan yang menjalankan fungsi tertentu.
4.      Organisasi kekuasaan, negara merupakan alat untuk menjalankan kekuasaan dalam arti luas.
Hakikat negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1.      Ikatan sosiologis bangsa Indonesia, yang terdiri dari ragam suku bangsa, bahasa, dan budaya.
2.      Organisasi kewibawaan yang menunjukkan eksistensi pemerintahan yang secara efektif mengambil keputusan-keputusan nasional bagi keberlangsungan hidup bangsa Indonesia.
3.      Organisasi jabatan yang mengatur struktur jabatan-jabatan dalam pemerintahan guna menjalankan tujuan dan fungsi-fungsi negara yang telah ditetapkan konstiusi.
4.      Organisasi kekuasaan yang menentukan segala bentuk kekuasaan di bawahnya (forma-formarun), dan memaksakan keberlakuan bentuk norma-norma yang ada dalam masyarakat (norma-normarun).
5.      Penguasa atas cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak.
6.      Penguasa atas bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
7.      Organisasi publik yang melindungi hak-hak asasi warga negaranya, baik di dalam maupun di luar negeri.
8.      Organisasi yang mengejawantahkan cita hukum dalam kehidupan negara. Menciptakan kepastian hukum, keadilan dan kedamaian hidup warganya. Di sini ditegaskan bahwa negara sebagai alat untuk merealisasikan keadilan sosial.
G.    SARJANA-SARJANA
B            erikut adalah nama para sarjana sejak zaman Yunani, Abad Pertengahan, hingga abad ke-20 ini.[9]
1.      Socrates (469 - 399 SM)
2.      Plato (429 – 347 SM)
3.      Aristoteles (384 – 322 SM)
4.      Epicurus (342 – 271 SM)
5.      Zeno (300 M)
6.      Al Farabi (870 – 950)
7.      Ibnu Sina (Avicena 980 – 1937)
8.      Al Ghazali (1058 – 1111)
9.      Averroes (Ibnu Rusjdi) (1126 – 1198)
10.  Thomas Aquino (1265 – 1334)
11.  Dante Alleghiere (1265 – 1334)
12.  Ibnu Chaldun (1332 – 1405)
13.  Niccolo Macchiavelli (1469 – 1527)
14.  Thomas Morus (1478 – 1535)
15.  Jean Bodin (1530 – 1595)
16.  Hugo de Groot (1583 – 1645)
17.  Thomas Hobbes (1588 – 1645)
18.  Samuel Pfufendorf (1632 – 1694)
19.  Spinoza (1642 – 1677)
20.  John Locke (1632 – 1704)
21.  Christian Thomaseus (1655 – 1728)
22.  Montesquieu (1688 – 1755)
23.  David Hume (1711 – 1766)
24.  J. J. Rousseau (1712 – 1778)
25.  Immanuel Kant (1724 – 1804)
26.  August Comte (1789 – 1857)
27.  Carl von Savigny (1814)
28.  Hegel
29.  John Stuart Mill
30.  Herber Spencer (1820 – 1903)
31.  Karl Marx (1818 – 1883)
32.  Friedriech Engels
33.  Oppenheimer (1864 – 1943)
34.  Nietzsche (1884 – 1890)
35.  Paul Laband (1838 – 1918)
36.  Lenin (1870 – 1924)
37.  F. Tonnies
38.  Rudolf Stammier (1856 – 1938)
39.  Mussolini (1883 – 1945)
40.  Adolf Hitler (1890 – 1945)
41.  Mahatma Gandhi
42.  Mao Tse Tsung
43.  Soekarno
H.    IDEOLOGI NEGARA
Ideologi berasal dari kata ideo artinya cita-cita, dan logy berarti pengetahuan, ilmu dan paham. Menurut W. White definisi dari ideologi ialah: The sum of political ideas or doctrines of a distingtdshcuble class or group of people, artinya ideologi ialah soal cita-cita politik atau doktrin atau ajaran suatu lapisan masyarakat atau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan.
Sedangkan menurut pendapat Harol H. Titus, definisi dari ideologi itu adalah: A term used for any group of ideas concerning various political and economic issues and social philosophies often applied to a systematic acheme of ideas held by groups or classes, artinya: Suatu istilah yang dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah politik dan ekonomi filsafat social yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematis tentang cita-cita yang dijalankan oleh sekelompok atau lapisan masyarakat.
Adapun ideologi negara itu termasuk dalam golongan pengetahuan social, dan tepatnya dapat digolongkan ke dalam ilmu politik sebagai anak cabangnya.
Bila rumusan ini diterapkan pada Pancasila dengan definisi-definisi filsafat, dapat disimpulkan, Pancasila itu ialah hasil usaha pemikiran manusia Indonesia untuk mencari kebenaran, kemudian sampai mendekati atau menganggap sebagai suatu kesanggupan yang digenggamnya seirama dengan ruang dan waktu. Hasil pemikiran manusia Indonesia yang sungguh-sungguh secara radikal itu kemudian dituangkan dalam suatu rumusan rangkaian kalimat yang mengandung satu pemikiran yang bermakna bulat dan utuh untuk dijadikan dasar, asas, dan pedoman atas norma hidup dan kehidupan bersama dalam rangka perumusan satu negara Indonesia merdeka, yang diberi nama Pancasila.[10]
I.       ILMU NEGARA
Ilmu Negara Umum (Bahasa Belanda: Algemene Staatskeer, Jerman: Allgemeine Statlehre), ialah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari sendi-sendi pokok atau asas-asas, pokok hal ihwal negara-negara pada umumnya (staat als genus) yakni tentang sejarah terjadinya atau asal mulanya riwayat pertumbuhan dan perkembangannya, hakikat dasar-dasar atau sifatnya, bentuk-bentuknya, macam-macamnya, lenyapnya, dan sebagainya, serta mengenai bagaimana hubungan antara negara dengan negara, negara dengan hukum, negara dengan masyarakat, dan negara dengan agama, dan sebagainya.
Ruang lingkup ilmu negara umum dapat dibagi dalam dua bagian, yakni :[11]
1.      Negara dalam arti umum atau negara sebagai totalitas atau negara dalam arti/sebagai keseluruhan (Ganzhelt Van de Staat). Negara dalam arti umum, meliputi :
a.       Sifat hakikat negara (het wezen Van de Staat).
b.      Ajaran-ajaran kedaulatan atau dasar penghalalan hukum suatu negara (Rechtsvaardigingsgrounds Van de Staat).
c.       Tujuan negara (doel/Zweck Van de Staat).
d.      Bentuk-bentuk negara (Staats vorm).
e.       Tipe-tipe pokok sejarah negara (Historische hoofdtyps Van de Staat).
f.       Pertumbuhan negara (Staatswording) yang dapat dibedakan meliputi.
1)      Pertumbuhan negara secara primer (Primaize Staats Wording)
2)      Pertumbuhan negara sekunder (Scundaire Staats Wording).
2.      Struktur negara (Struktur Van de Staat), meliputi :
a.       Alat-alat perlengkapan negara yang terdiri dari :
1)      Kepala Negara
2)      Pemerintahan
3)      Dewan Perwakilan Rakyat (termasuk MPR, House of Commons, House of Representative).
4)      Pengadilan
b.      Desentralisasi yang meliputi :
1)      Desentralisasi Politik (Politische Desentralisatie)
2)      Desentralisasi Kebudayaan (Culture Decentralisatie)
3)      Desentralisasi Fungsional (Fungtionele Decentralisatie)
4)      Desentralisasi Teknik (Technische Decentralisatie)
5)      Desentralisasi Kolaborasi (Kaloborative Decentralisatie)
c.       Gabungan negara-negara.
d.      Badan pembentuk undang-undang (konstituante).
e.       Hubungan antara negara dengan hukum.
f.       Hubungan antara negara dengan masyarakat.
g.      Fungsi negara yang meliputi :
1)      Dwipraja dari Goodnow, teorinya :
a)      Policy making
b)      Policy executive
2)      Trias Politika dari Montesquieu :
a)      Eksekutif
b)      Legislatif
c)      Yudikatif


DAFTAR PUSTAKA
A. A. Wattimena, Reza, Melampaui Negara Hukum Klasik, Yogyakarta; Kanisius, 2007
Adolf, Huala, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 1991
Boli Sabon, Max, Ilmu Negara Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992
Djokosutono, Ilmu Negara, Jakarta; Ghalia Indonesia, 1982
Iver, Mac, Negara Modern, Jakarta; Bina Aksara, 1984
Kansil, Latihan Ujian Ilmu Negara Perguruan Tinggi, Jakarta; Sinar Grafika, 2000
-------, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta; PT. Pradnya Paramita, 2005
Kusnardi, Mohammad, Ilmu Negara, Jakarta; Gaya Media Pratama Jakarta, 2008
-------, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta; CV. Sinar Bakti, 1976
Lubis, Solly, Ilmu Negara, Medan; Mundur Maju, 1975
Mahfud, Mohammad, Dasar dan Sruktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 2001
Nurtjahjo, Hendra, Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen, Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2005
Schmid, Von, Pemikiran tentang Negara dan Hukum dalam Abad Kesembilanbelas, Jakarta; Erlangga, 1979
Soehinc, Ilmu Negara, Yogyakarta; Liberty, 1980
Situmolang, Victor, Intisari Ilmu Negara, Jakarta; Bina Aksara, 1987


[1]Hendra Nurtjahjo, Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 12
[2] Von Schmid, Pemikiran tentang Negara dan Hukum dalam Abad Kesembilanbelas, (Jakarta : Erlangga, 1979), h. 57
[3] Reza A. A. Wattimena, Melampaui Negara Hukum Klasik, (Yogyakarta : Kanisius, 2007), h. 18-19
[4]Kansil, Latihan Ujian Ilmu Negara Perguruan Tinggi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2000), h. 11
[5]Ibid.
[6]Ibid.
[7] Djokosutono, Ilmu Negara, (Jakrta : Ghalia Indonesia, 1982), h. 46
[8] Soehinc, Ilmu Negara, (Yogyakarta : Liberty, 1980), h.175
[9] Moh. Kusnardi, Ilmu Negara, (Jakarta : Gaya Media Pratama Jakarta, 2008), h. 105-106
[10] Kansil, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2005), h. 27-28
[11] Victor Situmolang, Intisari Ilmu Negara, (Jakarta : Bina Aksara, 1987), h. 1-3

0 komentar:

Posting Komentar

.